Tekan tombol untuk:

Ulasan

Melani Budianta, Ph.D. Guru Besar Ilmu Susastra dan dan Kajian Budaya FIB UI:

Kumpulan cerpen Tapak Tilas menyajikan 49 cerpen dwi-bahasa yang dihimpun oleh Penerbit Dalang selama sepuluh tahun melalui lamannya. Buku ini lain dari yang lain karena menggabungkan pengarang dari berbagai angkatan. Para penulisnya mulai dari angkatan Budi Darma dan Mochtar Loebis, berlanjut ke Zen Hae, Linda Christanty, sampai dengan cerpenis termuda yang berusia 12 tahun. Sebagian cerpen sudah pernah diterbitkan, sebagian hasil lokakarya penulisan cerpen yang dilakukan oleh Penerbit Dalang dalam kerja sama dengan sebuah universitas terkemuka di Indonesia. Ada yang diambil dari karya pemenang lomba, ada pula yang merupakan karya perdana penulisnya. Penggabungan ini menunjukkan sikap untuk membuka seluas-luasnya dunia sastra bagi semua kalangan. Khususnya bagi penulis pemula dan angkatan muda, ada pesan bahwa mereka juga berpeluang meninggalkan jejak dalam dunia sastra.

Melalui terbitan dwibahasa, dorongan juga ditujukan bagi para penerjemah, yang sebagian di antaranya menempuh pelatihan penerjemahan yang diadakan oleh Dalang. Kerja gotong-royong dan sukarela para penerjemah untuk mengalihbahasakan cerpen di laman Dalang ini, baik oleh penerjemah berpengalaman maupun pemula, menunjukkan semangat tinggi agar karya sastra Indonesia dikenal di dunia.
Cerpen-cerpen ini menunjukkan lingkup yang luas, mencakup keragaman gaya, mulai dari yang surealis, absurd, gaib, sampai potongan kehidupan sehari-hari. Cakupan waktunya meliputi masa penjajahan sampai masa kini. Menyusuri Aceh sampai Papua, bahkan menyeberang melalui perahu Bugis sampai benua New Zealand, buku ini membawa pembaca pada aneka persoalan. Benang merahnya adalah keberpihakan pada yang teraniaya dan terpinggirkan.

Kumpulan cerpen ini bermanfaat untuk bahan kuliah dan bahan kajian pascakolonial, gender, juga untuk penulisan kreatif dan kajian penerjemahan. Selain untuk dosen, mahasiswa, dan calon penulis, buku ini penting untuk dibaca siapa saja, mulai dari pegiat kemanusiaan sampai dengan pejabat negara

==================

E. Aminudin Aziz Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek

Sejumlah nama khas Indonesia seperti Tjipto, Siti, Sari, dan Saleh memang terdengar asing di telinga orang Amerika dan Eropa. Beragam istilah pun – seperti joglo, ndhuk (sebutan anak perempuan dalam bahasa Jawa), jamblang, kamar arajang, dan lainnya — takkalah asingnya. Buku kumpulan cerpen dwibahasa terbitan Dalang Publishing ini telah dengan gamblang memperlihatkan keadaan masyarakat dan budaya Indonesia melalui bacaan yang ringan – meski intisari ceritanya cukup berat dan berbobot — kepada para pembaca Amerika dan Eropa. Takkalah pentingnya, buku ini juga menyimpan nilai pengajaran bahasa, yakni mengajarkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara sekaligus.

Meski sebagian besar buku dwibahasa disajikan melalui kerja penerjemahan, buku kumpulan cerpen yang satu ini disajikan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia secara berdampingan. Alhasil, cerita pada tiap bahasa terasa mengalir alami dan mudah dimengerti. Meski mengangkat pokok pikiran kemasyarakatan, budaya, dan politik yang sebangun dengan Indonesia dalam cerita-ceritanya, buku ini bak seorang penutur bahasa Inggris asli bercerita. Tak ayal, pembaca dari latar belakang budaya yang berlainan pun akan dapat dengan mudah memahaminya.
Melalui penyajian yang apik pada buku ini, para pembaca dapat menemukan sejumlah nilai kemasyarakatan dan budaya Indonesia.

Buku ini cocok dibaca oleh penutur asli bahasa Inggris dan penutur asli bahasa Indonesia. Di samping dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pelajaran bahasa dan budaya Indonesia (dalam kerangka BIPA – Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Amerika, Ihwal lainnya, buku ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan buku dwibahasa yang dianjurkan, bukan hanya karena kaya akan nilai budaya di dalamnya, tetapi juga mumpuni dalam memberikan gaya tersendiri pada tiap-tiap corak bahasa. Dengan kata lain, ketika membaca corak bahasa Inggris, buku ini tampak seperti ditulis oleh orang asing.
Lebih jauh, dalam diplomasi lunak kebahasaan dan kebudayaan buku kumpulan cerpen dwibahasa ini takkalah penting untuk dijadikan sebagai salah satu wahana yang mumpuni. Intisari cerita yang begitu pepak – dari permasalahan kemasyarakatan, politik, hingga budaya – tentu menjadi keunggulan tersendiri.

Penghargaan yang tinggi saya ucapkan atas upaya dan kesungguhan Dalang Publishing untuk mewujudkan pemartabatan bahasa Indonesia yang bersifat kesertaan dan diplomasi kebahasaan-kebudayaan melalui kumpulan cerpen dwibahasa seperti yang tertuang pada buku ini. Semoga buku ini dapat melantarkan lahirnya karya-karya serupa di panggung dunia.

==================

Sylvia Tiwon, Associate Professor – Department of South and Southeast Asian Studies, University of California at Berkeley

Dengan terbitan Footprints/Tapak Tilas, Dalang Publishing dan Lian Gouw, pemimpinnya yang tidak kenal lelah, merayakan sepuluh tahun upaya mengumpulkan kisah-kisah bermutu. Judul kumpulan cerpen ini sangat tepat. Beraneka cerpen yang disajikan dengan murah hati ini mengundang pembaca untuk menelusuri berbagai seluk-beluk sastra Indonesia. Seringkali penjelasan yang muncul secara acak membangun kesan yang kurang tepat mengenai orang, sejarah, dan budaya Indonesia.

Yang perlu disebut juga adalah diikutsertakannya cerita-cerita yang berasal dari pedalaman Sulawesi Barat Daya dan Kalimantan Tengah yang letaknya jauh dari gemerlapnya kota-kota besar.
Dengan menyelusuri cerpen-cerpen ini, pembaca akan dihadapkan pada keprihatinan yang sangat dalam terhadap keadaan lingkungan alam, adat istiadat, dan kesejahteraan penduduk asli yang terancam. Karya dwibahasa yang istimewa ini layak digunakan sebagai sumber yang bermanfaat bagi siapa pun yang tertarik pada alam, bahasa, dan budaya Indonesia.

==================

Tiffany Tsao, Penerjemah Sastra dan Penulis

Jarang sekali karya terjemahan sastra menarik perhatian pembaca pada tata cara penerjemahannya. Lagipula, sering sekali penerjemahan sastra dipuji karena berhasil merekayasa pembaca untuk percaya bahwa bahan yang dibaca bukan terjemahan, melainkan tulisan dalam bahasa aslinya.

“Kecurangan” seperti itu tidak akan ditemui oleh pembaca Footprints/Tapak Tilas. Karya asli Indonesia ditampilkan berdampingan dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris dan hasilnya adalah sebuah karya yang sangat bermutu bagi calon penerjemah sastra Indonesia.

Bahkan, sebagai seorang penerjemah yang berpengalaman, saya masih dapat belajar banyak — tidak hanya dari perbandingan antara karya asli dan terjemahannya, tetapi juga dari perbandingan cara bekerja masing-masing penerjemah maupun gaya menulis masing-masing pengarang yang berbeda.

Calon penulis Indonesia juga akan mendapatkan banyak manfaat dari kumpulan cerpen ini. Karya ini memberikan kesempatan untuk membandingkan suara penulis dari berbagai zaman, wilayah, dan pandangan hidup. Dengan demikian, mereka dapat mengasah kemampuannya dalam tulis-menulis.

==================

Ari J. Adipurwawidjana, Universitas Padjadjaran, Bandung

Kisah-kisah yang terkumpul dalam rampai ini menawarkan peluang berkenalan dengan beragam cara pandang dan suara dalam kehidupan Indonesia pada masa yang berbeda-beda dalam sejarah. Ada yang mewakili pandangan mendalam terhadap peristiwa sejarah yang terkenal dari mata sosok-sosok di pinggiran masyarakat Indonesia. Ada pula yang menyajikan kehidupan Indonesia yang telah terabaikan oleh ingatan bersama bangsa Indonesia. Cerita-cerita ini yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia mewakili kebudayaan dan masyarakat Indonesia yang kaya dan bineka. Sementara, terjemahannya, yang masing-masing telah melewati pengolahan yang ketat dan saksama, semakin memperkaya perjalanan ke dalam benak rakyat Indonesia. Dengan demikian, kisah-kisah ini, yang sebelumnya telah diterbitkan pada laman Dalang Publishing, dapat berperan sebagai wahana mengembalikan ingatan yang telah terhapuskan ataupun yang dibiarkan hampa oleh pengalaman bangsa Indonesia yang sedemikian rumit dan penuh luka sejak awal masa penjajahan hingga kini. Pembaca Indonesia akan memperoleh wawasan baru tentang dirinya dan berbagai kemungkinan yang dapat tercapai. Pembaca asing pun dapat menyadari betapa kehidupan insan Indonesia beririsan dengan kehidupan mereka sebagai sesama manusia.

==================

Benny Arnas, Penulis dan Pegiat Sastra

Sebagai cerminan kehidupan, karya sastra menjadi penting dikarang. Ia tidak jarang memberikan semangat kepada pembaca yang sedang mengalami kepedihan hidup yang melampaui cerita rekaan. Selain itu, cerita-cerita dalam bunga rampai ini menyambut pembaca dengan tangan terbuka untuk masuk, baik sebagai pengkhidmat maupun penghayat lakon-lakon dalam cerita.

Pembaca bisa mengalami bagaimana sebuah radio pemberontakan mengirim kepedihan yang lukanya masih menganga hingga puluhan tahun kemudian; bagaimana sebatang pohon dan peristiwa masa lalu menjadi pintu masuk menyelami jiwa manusia yang sakit dan sepi; serta bagaimana pekik burung atau kelengangan pantai menjelma jadi selimut rahasia yang menyembunyikan kegetiran.

Melalui buku ini, pembaca tidak hanya akan membaca, tetapi juga menyaksikan bagaimana cerita rekaan mampu menghidupkan yang tiada di dalam jiwa manusia lewat kisah tentang sejarah, kebudayaan, dan alam.

==================

 
 
 
 
 
 

Choose Site Version
English   Indonesian