Maria Matildis Banda besar di Flores Nusa Tenggara Timur sebagai putri keempat dari dua belas bersaudara. Tempat bermain yang selalu dikenangnya adalah lapangan Kartini di depan gereja setempat dan taman di samping gereja itu yang dipenuhi bunga-bunga. Tepian Sungai Bajawa menjadi tempat mencuci pakaian, mandi, dan mengambil air, sedangkan perbukitan di sekitar kota masa kecilnya adalah tempat mencari kayu api bersama kakak adiknya. Lingkungan hidup pada masa kecil membentuk sosoknya sebagai pekerja keras, peka, dan peduli lingkungan.
Maria adalah anak yang gagap ketika kecil. Hal ini menguatkan kegemarannya membaca dan menulis sejak Sekolah Dasar. Pendidikan terakhir S3 di Program Studi Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar. Sejak 1986 Maria menjadi salah satu pengajar di almamaternya, yaitu Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar Bali.
Pada tahun 2011 Maria memperoleh beasiswa sebagai peserta Sandwich Like Program di KTLV dan Universitas Leiden di Leiden Belanda. Tahun 2014 diundang sebagai pemateri “Lota Script in Ende Flores” dalam International Workshop on Endangered Scripts of Island Southeast Asia di Tokyo University, Jepang.
Maria pernah menjadi dosen yang diperbantukan di FKIP UNDANA Kupang dan FKIP Universitas Flores di Ende, serta menjadi dosen tamu di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero Maumere.
Dalam dunia kepengarangan, Maria beberapa kali memenangi lomba penulisan cerpen. Hasil pemenangan ini pernah terbit di beberapa majalah dan harian umum.
Mulai tahun 2005 Maria menulis beberapa novel yang berkaitan dengan latar daerah, kehidupan masyarakat dan budaya daerah-daerah di Nusa Tenggara Timur. Antara tahun 2017 – 2021) Maria menulis novel Wijaya Kusuma dari Kamar Nomor Tiga tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam cengkraman budaya patriarki, yang terbit berkat kerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi NTT. Dia mendukung terbitan sendiri Suara Samudra (2017) tentang perburuan ikan paus di Lamalera Lembata Flores dan Bulan Patah (2021) terbitan Kanisius tentang budaya patriaki dan kesehatan reproduksi di daerah Ende Flores. Pasola (Penerbit Gading & Dalang Publishing 2023) adalah karya Maria yang terbaru. Novel ini menceritakan kehidupan penduduk Sumba Barat Daya yang sangat dipengaruhi oleh perayaan tahunan acara adat bau nyale dan pasola — penangkapan cacing laut pada subuh yang mendahului pertandingan ketangkasan berkuda sambil melempar lembing untuk menjatuhkan lawan.
Terjemahan Pasola dalam bahasa Inggris sedang dilakukan oleh Dalang Publishing LLC dan dirancanakan terbit awal tahun 2024.
Selain menulis novel dengan latar sosial budaya daerah, Maria juga mengerjakan penelitian serta menulis makalah dan jurnal tentang sastra dan tradisi lisan. Mulai tahun 2001 sampai sekarang, Maria sudah menulis lebih dari 1000 kisah Parodi Situasi di Harian Umum Pos Kupang. Kegiatannya sebagai seseorang pengarang novel didukung oleh suaminya DR. Drg. Dominikus Minggu Mere, M.Kes., dan anak-anaknya Dr. Carol Wojitila Petrus Advent Mere, Dr. Maureen Tesalonika, Yoseph Sinu, Arnolda Gala, dan Emerensiana Ere, dan cucu terkasih Camilla Mattea Mere.
Maria dapat dihubungi melalui alamat surel: mbanda574@gmail.com