Tekan tombol untuk:

Ulasan

Pater Paul Budi Kleden, Superior General SVD.:

Lelaki dan Pasola, perempuan dan tenunan. Itulah dua gambaran yang digunakan Maria Matildis Banda dalam novel ini untuk menampilkan masyarakat adat Sumba. Pasola adalah perlombaan menguji ketangkasan berkuda, yang bertujuan mempererat persahabatan dan kerukunan. Tenunan merupakan dunia perempuan yang mencerminkan falsafah mendalam masyarakat yang memegang percaya adat bahwa segala sesuatu adalah bagian dari sebuah tenunan agung. Tidak ada yang berdiri sendiri — peristiwa yang satu berhubungan dengan yang lain membentuk satu kesatuan panjang dan pelik. Tidak hanya itu, manusia dan alam pun tertenun dalam sebuah kesatuan. Kita perlu terus menenun masa depan baru yang ditandai kerja sama dan saling menghargai antara perempuan dan laki-laki yang peka pada tanda alam dan peduli pada lingkungan. Sebagaimana novel-novel sebelumnya, novel ini pun mengungkapkan ketepatan penulisnya dalam melukiskan alam, kekayaan budaya, serta pergolakan rasa dan pikiran manusia. Percakapan-percakapan yang ditulis dalam bahasa Indonesia bergaya NTT menambah suasana khas NTT novel ini. Membaca novel ini, pembaca diantar masuk ke dalam rumah adat NTT.

==================

Aster Bili Bora, sastrawan Sumba Barat Daya, NTT:

Novel ini menarik tidak saja karena penggambaran meriahnya pasola — upacara yang terpusat di kampung besar Ratenggaro kepuasan ba tin menghadirinya, ataupun serunya upacara nyale, tetapi juga karena menggarap halhal yang jauh lebih penting, yaitu penerapan nilai pendidikan dan kejujuran.

Ratenggaro sebagai tujuan wisata hendaknya terus dilestarikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. Demikian pula pendidikan dan persatuan yang menjadi dasar yang kuat supaya warga tidak hanya jadi penonton yang menyesal nanti, tetapi tetap menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri — penentu yang kuat dan berwenang.

==================

H. Anna van Rheeden – Havana Horses – Salatiga, Jawa Tengah.:

Kisah yang sangat memikat ini mengemukakan pentingnya pendidikan dan usaha pemertahanan kekhasan budaya Pulau Sumba.

Melalui kegiatan sehari-hari Waleka dan Ndalo, dua tetua desa yang bersaing dan keluarga mereka yang saling terjalin, pembaca terkadang mendapatkan kesan yang mengejutkan tentang aturan adat terkait dengan kesetaraan antara lelaki dan perempuan.

Gaya penulisan dan penampilan percakapan antartokoh memudahkan pembaca masuk ke dalam kerangka cerita. Sementara, latar yang luar biasa membangkitkan rasa ingin tahu.

Sebagai pelatih kuda, saya tertarik pada hubungan antara penunggang kuda dan kudanya.

Pasola adalah cerita tentang hubungan — antarmanusia dan antara manusia dan kudanya. Pasola mencerahkan, mencekam, mencengangkan, dan terkadang sangat lucu!

==================
 
 
 
 
 
 

Choose Site Version
English   Indonesian