Lian Gouw lahir di Jakarta dan dibesarkan di Bandung pada masa penjajahan Belanda, kemudian pindah ke Amerika dan tinggal di sana sampai sekarang.
Puisi dan cerpen Lian Gouw telah dimuat di beberapa majalah sastra, Her Predicament, terbitan awal bab pertama novelnya. Only A Girl, dimuat dalam antologi SF Writers Conference 2006, Building Bridges from Writers to Readers.
Dalam tulisannya, Lian banyak menggali tema-tema hubungan antarmanusia, hubungan dengan binatang, dan cerita khayal dengan tokoh binatang. Secara khusus, dia tertarik menggali kehidupan dan pergumulan kaum perempuan.
Anda dapat menghubungi Lian di: onlyagirl2009@gmail.com
Widjati Hartiningtyas lahir di Semarang pada Februari 1983 dan tetap tinggal di sana hingga dia berusia 23 tahun. Masa kecilnya dipenuhi oleh kisah-kisah menakjubkan dari kaset “Sanggar Cerita” dan dongeng sang nenek. Sejak saat itu, sulung dari tiga bersaudara ini, mencari kisah-kisah menakjubkan lain melalui buku. Selera bacaannya berubah seiring waktu, tetapi saat ini dia sangat menggemari cerita detektif.
Tyas kecil memiliki ketertarikan yang kuat pada bahasa. Bahasa asing pertama yang dikuasainya adalah bahasa Inggris. Dia merasakan kepuasan ketika bisa memahami sesuatu yang tidak dipahami semua orang. Karenanya, dia bercita-cita menjadi seorang penerjemah. Kecintaannya pada buku dan bahasa membuatnya memilih jurusan bahasa di SMU dan jurusan Sastra Inggris di Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Kenyataannya Tyas lebih dahulu terjun dalam dunia menulis. Dia mulai menulis cerita pendek sejak duduk di bangku SMP. Namun baru pada tahun 2004, cerita pendeknya dalam bahasa Inggris yang berjudul The Never Ending Trip memenangkan Penghargaan Fakultas Bahasa dan Sastra UNNES. Hingga saat ini tulisan-tulisannya telah dimuat di berbagai majalah dan koran dalam negeri, antara lain Tarian Terakhir (Femina, 2017), Kejutan Tengah Malam (Kompas Anak, 2015), dan Membakar Kenangan (Cerita Kita,2006).
Sesudah lulus dari UNNES pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Sastra, Tyas bekerja sebagai seorang guru. Delapan tahun kemudian, setelah kelahiran putri pertamanya, dia memutuskan untuk berhenti mengajar. Selain bekerja sebagai seorang penerjemah lepas, dia mulai menulis cerita untuk anak. Beberapa karyanya yang telah terbit adalah buku kegiatan Siap masuk SD bersama Piko (PT Tiga Serangkai, 2018) dan seri Petualangan Seru Rori (PT Kanisius, 2017).
Saat ini Tyas tinggal di Sidoarjo bersama kedua putrinya. Dia bisa dihubungi melalui alamat surel widjati@gmail.com.
***
Catatan Penerjemah
Sejak kecil saya memiliki minat yang besar pada bahasa. Tak hanya pada bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, tetapi juga pada bahasa asing. Dengan memahami bahasa lain, dunia kecil saya menjadi lebih luas. Sayangnya, tidak semua orang yang saya kenal memahami bahasa asing. Saya ingin membantu orang lain memahami sesuatu yang saya pahami. Karena alasan itulah, saya bercita-cita menjadi seorang penerjemah.
Mengadang Pusaran adalah novel sastra pertama yang saya terjemahkan. Saat pertama kali dihubungi oleh Penerbit PT Kanisius, saya sadar ini akan menjadi tantangan besar sekaligus kesempatan emas untuk belajar langsung dari sang penulis, Lian Gouw.
Saya tersadar bahwa kesanggupan saya untuk tidak menggunakan kata serapan dalam buku ini ternyata tidak semudah itu dilakukan. Sungguh berat mengubah kebiasaan yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Ketika mengerjakan novel ini, saya kembali diingatkan akan pentingnya menggunakan bahasa ibu dengan baik dan benar sebagai bagian dari jati diri sebuah bangsa.
Ilmu berharga lain yang saya dapatkan selama mengerjakan karya ini adalah cara mempertahankan keaslian yang menjadi latar belakang cerita. Diperlukan kehati-hatian dan banyak penelitian untuk melakukannya karena banyak istilah dan anggapan pada masa itu yang dipahami secara berbeda oleh saya sebagai angkatan tahun delapan puluhan.
Melalui buku ini saya banyak belajar tentang sejarah bangsa Indonesia, terutama pada akhir masa penjajahan hingga masa setelah kemerdekaan. Saya berkesempatan melihat peristiwa penting ini dari sudut pandang yang tidak saya temui di buku pelajaran; sudut pandang keturunan Tionghoa. Gejolak negara dan kebingungan tokoh Jenny di dalam cerita mengingatkan saya pada mendiang Oma saya. Beliau menjadi seorang perawat di bawah didikan Belanda yang keras dan tertib. Beliau pernah bercerita tentang kemampuan berbahasa Belandanya yang lenyap begitu saja ketika Jepang datang. Saya hanya bisa membayangkan ketakutan yang dialaminya ketika serdadu Jepang menyita semua buku dalam bahasa Belanda dan memberi hukuman kepada siapa pun yang masih menggunakan bahasa Belanda. Tak hanya membawa kenangan tentang Oma, karya ini juga membawa kenangan tentang kota yang menjadi rumah kedua bagi saya, yaitu Bandung. Senang rasanya melihat tempat-tempat yang saya kenal dihadirkan dalam zaman dan keadaan yang berbeda.
Mengadang Pusaran bukanlah sebuah kisah cinta semata. Ada banyak hal yang bisa dipetik dari karya ini. Yang paling berkesan buat saya tentulah perjuangan tokoh-tokoh perempuan di dalamnya. Dengan caranya masing-masing, mereka menunjukkan kekuatan sejati seorang perempuan. Benar atau salah, tergantung dari mana kita melihatnya. Saya berharap pengalaman berharga ini juga dirasakan oleh para pembacanya.
Untuk kesempatan yang luar biasa ini, saya ingin menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Penerbit PT Kanisius dan juga Ibu Lian Gouw atas kepercayaan yang diberikan. Saya merasa terhomat dapat turut serta membawa buku ini pulang ke tempat asalnya.
Selamat membaca.
Widjati Hartiningtyas
Sidoarjo, 2020